Rokok Murah Banjiri RI, Dirjen Bea Cukai Blak-blakan Ungkap Fakta Ini, Pemerintah menaruh perhatian khusus pada tren konsumsi rokok di Indonesia. Tercatat konsumsinya bergeser ke rokok murah atau yang disebut sebagai downtrading. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budhi Utama mengatakan tren ini berdampak pada penerimaan cukai semester I-2025 yang mengalami pertumbuhan 7,3% menjadi Rp 109,2 triliun. Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI, beberapa waktu lalu. Saat penerimaan naik, imbuh dia, namun tidak ada kebijakan kenaikan tarif cukai rokok pada 2025 ini.
Rokok Murah Banjiri RI, Dirjen Bea Cukai Blak-blakan Ungkap Fakta Ini –
Rokok Murah Banjiri RI, Dirjen Bea Cukai Blak-blakan Ungkap Fakta Ini
Fenomena membanjirnya rokok murah di Indonesia kian menjadi sorotan publik. Harga rokok yang dijual di bawah ketentuan resmi memicu kekhawatiran terhadap maraknya peredaran rokok ilegal yang tidak hanya merugikan negara dari sisi penerimaan cukai, tetapi juga berpotensi memperburuk tingkat konsumsi rokok di masyarakat.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Askolani, angkat bicara dan mengungkap sederet fakta mengejutkan terkait peredaran rokok murah di Indonesia. Apa yang sebenarnya terjadi di balik maraknya rokok murah ini? Mari kita ulas secara mendalam.
Fenomena Rokok Murah: Antara Rokok Ilegal dan Celah Regulasi
Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai laporan menyebutkan bahwa pasar Indonesia dibanjiri produk rokok dengan harga miring, bahkan ada yang dijual di kisaran Rp 5.000 per bungkus. Padahal, berdasarkan regulasi, harga eceran minimum (HEM) rokok untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I ditetapkan sekitar Rp 38.100 per bungkus.
Beberapa faktor yang memicu maraknya rokok murah antara lain:
-
Peredaran Rokok Ilegal (Tanpa Pita Cukai): Rokok yang diproduksi tanpa izin resmi dan tidak membayar cukai.
-
Penyalahgunaan Pita Cukai Palsu/Reused: Pita cukai bekas atau palsu yang disematkan pada produk rokok ilegal.
-
Produsen Kecil Golongan III yang Memanfaatkan Celah Tarif Cukai Rendah: Pabrikan kecil yang memproduksi rokok dengan tarif cukai lebih rendah, tetapi distribusinya tidak sesuai regulasi.
Dirjen Bea Cukai: “Rokok Ilegal Ancam Penerimaan Negara”
Dirjen Bea Cukai Askolani secara terbuka menyampaikan bahwa rokok ilegal menjadi tantangan serius dalam pengawasan barang kena cukai. Dalam paparannya, Askolani mengungkap bahwa potensi kerugian negara akibat peredaran rokok ilegal mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.
“Rokok ilegal yang beredar tidak hanya merusak industri resmi, tetapi juga menimbulkan kerugian besar bagi negara. Kami terus meningkatkan operasi penindakan dan pengawasan,” ujar Askolani.
Data Penindakan Rokok Ilegal (2024):
-
Jumlah Penindakan: 7.500 kasus
-
Jumlah Barang Bukti Rokok Ilegal: 480 juta batang
-
Potensi Kerugian Negara: Rp 3,5 triliun
-
Wilayah Rawan Peredaran: Jawa Tengah, Jawa Timur, Riau, dan Kalimantan Timur
Mengapa Rokok Murah Masih Bebas Beredar?
Meski upaya penindakan terus digencarkan, fenomena rokok murah masih terjadi. Ada beberapa alasan yang diungkap Bea Cukai terkait sulitnya memberantas peredaran rokok murah:
Distribusi yang Masif dan Tersebar
Rokok ilegal kerap dipasarkan di daerah-daerah pelosok dengan jaringan distribusi ritel yang sulit diawasi secara menyeluruh. Modus distribusi melalui pedagang kecil, toko kelontong, hingga penjualan online memperluas jangkauan rokok murah ini.
Pita Cukai Golongan III yang Dibelokkan
Bea Cukai menemukan modus di mana pabrikan kecil yang seharusnya menjual produknya di wilayah tertentu dengan volume produksi terbatas, malah mendistribusikan produknya secara masif dengan harga murah ke luar wilayah.
Permintaan Pasar yang Tetap Tinggi
Dengan daya beli masyarakat yang menurun, permintaan terhadap rokok murah tetap tinggi. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha rokok ilegal.
Teknologi Palsu yang Makin Canggih
Pita cukai palsu kini sulit dibedakan dengan pita resmi secara kasat mata. Hal ini menyulitkan aparat penegak hukum dalam melakukan identifikasi cepat di lapangan.
Dampak Sosial dan Ekonomi Peredaran Rokok Murah
Tidak hanya berdampak pada penerimaan negara, peredaran rokok murah juga membawa konsekuensi serius terhadap aspek sosial dan ekonomi:
Kerugian Bagi Industri Rokok Legal
Industri rokok legal, terutama pabrikan besar yang patuh membayar cukai, mengalami penurunan pangsa pasar akibat serbuan rokok murah ilegal.
Meningkatnya Angka Perokok Pemula
Harga rokok yang terjangkau memudahkan akses bagi anak-anak dan remaja untuk membeli rokok. Ini bertolak belakang dengan upaya pemerintah menekan prevalensi perokok pemula.
Ancaman Kesehatan Masyarakat
Rokok ilegal umumnya diproduksi tanpa pengawasan kualitas, sehingga berisiko lebih tinggi terhadap kesehatan konsumen.
Kehilangan Potensi Penerimaan Cukai
Pada 2023, total penerimaan cukai dari hasil tembakau mencapai Rp 193 triliun. Namun, potensi kebocoran akibat rokok ilegal diperkirakan mencapai 10-15% dari angka tersebut.
Upaya Pemerintah Menanggulangi Rokok Murah
Bea Cukai bersama Kementerian Keuangan dan aparat penegak hukum lainnya terus menggencarkan berbagai langkah strategis untuk mengatasi peredaran rokok murah dan ilegal:
Operasi Gempur Rokok Ilegal
Kegiatan razia dan operasi gabungan di berbagai daerah yang rawan peredaran rokok ilegal. Hasilnya, tren penindakan mengalami peningkatan signifikan dalam dua tahun terakhir.
Digitalisasi Pengawasan Pita Cukai
Bea Cukai mengembangkan sistem identifikasi pita cukai berbasis QR Code yang memudahkan verifikasi keaslian pita cukai secara digital.
Edukasi Kepada Masyarakat dan Pedagang
Sosialisasi tentang bahaya rokok ilegal serta sanksi hukum bagi pelaku yang terlibat peredaran barang kena cukai ilegal terus dilakukan.
Reformasi Kebijakan Tarif Cukai
Pemerintah tengah mengkaji ulang sistem tarif golongan cukai agar tidak dimanfaatkan oleh pabrikan kecil untuk memasarkan produk ke pasar luas dengan harga murah.
Tantangan Pengawasan di Era Digital
Perkembangan teknologi turut mempersulit pengawasan, terutama dengan maraknya transaksi rokok ilegal melalui platform e-commerce dan media sosial. Bea Cukai mengakui perlunya pendekatan baru, termasuk kerja sama dengan penyedia platform digital untuk memutus rantai distribusi rokok ilegal secara online.
Kesimpulan
Fenomena rokok murah di Indonesia bukan hanya persoalan regulasi cukai, melainkan juga menyangkut kesadaran masyarakat dan integritas pelaku usaha. Dirjen Bea Cukai menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam menghadapi maraknya peredaran rokok ilegal. Namun, keberhasilan upaya ini membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya.